I.
PENDAHULUAN
Salah
satu kondisi yang dihadapi remaja adalah memilih jurusan di Perguruan Tinggi
setelah menyelesaikan jenjang Pendidikan SMA. Berbeda dengan pemilihan sekolah
di jenjang sebelumnya, pemilihan jurusan di Perguruan Tinggi merupakan momen
yang krusial, yang akan menentukan profesi yang akan dijalani remaja nantinya.
Oleh karena itu, pemilihan jurusan harusnya melalui proses pemikiran dan
pertimbangan yang matang, yang melibatkan banyak sudut pandang. Berdasarkan
pengalaman membantu kasus-kasus penjurusan, terdapat 3 kondisi terkait dengan
pemilihan jurusan ini :
1. Remaja
sudah tahu bidang apa yang ia sukai dan mudah baginya, sehingga ia sudah mantap
menentukan jurusan yang akan dipilihnya.
2. Remaja sudah memiliki beberapa
pilihan, namun bingung menentukan mana yang paling cocok untuknya.
3. Remaja masih “blank”, tidak
tahu apa yang ia sukai, apa yang mudah baginya, dan jurusan apa saja yang ada.
Menentukan
jurusan adalah suatu proses. Dalam proses itu, remaja perlu diberikan
pendampingan untuk membuat keputusan yang “cukup besar” dalam kehidupannya ini.
Dalam hal ini, orangtua sebagai orang yang bertanggungjawab pada anak
diharapkan menjadi pendamping utama bagi anak untuk membuat keputusan bersama.
Dalam kaitannya dengan hal ini, terhadap 3 kondisi :
1. Orangtua
menyerahkan sepenuhnya pilihan pada anak, akan mendukung pilihan anak.
2. Orangtua menentukan jurusan yang ia
pikir terbaik untuk anak, dan anak harus mengikuti keputusan orangtua karena
“anak tidak tahu apa yang terbaik buat dirinya”
3. Orangtua bersama-sama dengan anak
menentukan keputusan.
Idealnya,
keputusan memang dibuat dan disepakati bersama antara anak dan orangtua.
Bagaimanapun, yang akan menjalani kehidupannya adalah anak sendiri dan dukungan
dari orangtua sangat dibutuhkan. Tulisan ini akan membahas bagaimana orangtua
dan anak bisa berkomunikasi secara efektif untuk mengeksplorasi bersaam alternatif-alternatif
pilihan jurusan yang paling sesuai untuk anak.
II.
MENGENAL
REMAJA DAN HUBUNGAN REMAJA DENGAN ORANGTUA
Seorang
remaja adalah seorang yang sedang berada pada masa peralihan antara anak dan
dewasa. Sebagian ciri anak masih tampak padanya, sebagian ciri dewasa mulai
tampak. Meskipun perannya dalam hubungan dnegan orangtua adalah sebagai “anak”,
namun pola interaksi orangtua dengan remaja tidak boleh bersifat satu arah
(menasehati, memberi tahu). Hal ini dikarenakan kemampuan berpikir remaja sudah
berkembang menjadi lebih aktif. Wawasan anak pun menjadi luas, bisa jadi lebih
luas dibanding orangtua, dengan bantuan kemudahan menjelajah di dunia maya.
Di usia
remaja, anak sudah memiliki keinginan, harapan dan nilai-nilai sendiri. Namun
keinginan, harapan dan nilai-nilai ini biasanya sifatnya idealis. Di satu sisi,
orangtua biasanya sudah memiliki pengalaman
nyata dalam kehidupan, yang membuatnya berpikir lebih realistis. Perbedaan ini
harus disadari dan diakui, sehingga bisa dikelola tidak menjadi hambatan dalam
berkomunikasi dengan remaja. Di usia remaja, sedang menonjol kebutuhannya untuk
memiliki kebebasan. Hal ini memang sesuai dengan kondisinya yang akan masuk ke
masa usia dewasa awal, dimana ia perlu memiliki kemampuan untuk tidak
menggantungkan diri pada lingkungan, termasuk dalam membuat keputusan.
III.
PRINSIP
BERKOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN REMAJA
Sebenarnya
remaja masih membutuhkan orangtuanya. Mereka masih membutuhkan masukan, arahan,
pandangan orangtuanya. Apalagi untk hal-hal “besar” seperti memilih jurusan di
Perguruan Tinggi. Remaja di usia ini muai mempertimbangkan juga harapan-harapan
lingkungan; seperti harapan orangtua padanya, posisinya dalam keluarga, latar
belakang ekonomi keluarga dll.
Idealnya, jurusan perguruan tinggi
yang dipilih merupakan irisan dari :
·
Apa
yang disukai anak
·
Apa
yang mudah bagi anak
·
Apa
yang dibutuhkan oleh “dunia”
·
Apa
yang mendapatkan “bayaran”
Yang perlu diperhatikan untuk 2 poin
pertama adalah, bukan hanya yang sifatnya akademis, tapi juga non akademis.
Misal: yang disukai oleh anak adalah berhubungan dengan orang lain. Yang mudah
bagi anak adalah menyelesaikan persoalan yang tidak melibatkan perasaan.
Untuk
mendapatkan jurusan yang paling sesuai, perlu proses diskusi terus menerus
antara orangtua dengan anak, bahkan jika perlu melibatkan pihak luar sebagai
narasumber (misalnya psikolog, konselor di bimbingan belajar).
Tips praktis komunikasi efektif
orangtua-remaja:
- Bagi orangtua:
1. Lakukan
dalam Suasana Rileks
Suasana dalam
berkomunikasi sangat ditentukan oleh suasana emosi masing-masing pihak. Jika
salah satu pihak sedang dalam kondisi emosi negatif (marah, kesal, sedih), maka
pembicaraan pun akan diwarnai emosi-emosi tersebut. Cari moment “santai”; oleh
karena itu meluangkan waktu untuk “mengobrol” dengan remaja menjadi penting.
Misalnya: ibu dengan remaja putri saat memasak bersama atau saat ke salon berdua.
Ayah dengan remaja putra, misalnya dalam perjalanan berolahraga bersama. Keluarga,
ketika sedang jalan-jalan santai.
2. Mendengarkan Aktif
Karena remaja
sudah memiliki kemampuan berpikir dan wawasan yang luas, maka orangtua perlu
mendudukkan anak secara “setara”. Saat anak menyatakan pendapatnya, dengarkan.
Jangan menyela. Perhatikan juga bahasa tubuh anak. Bisa jadi anak mengatakan
“ya” namun bahasa tubuhnya mengatakan “tidak”. Mendengarkan aktif bukan hanya
“menunggu giliran untuk bicara”, tapi benar-benar mendengarkan apa yang
disampaikan anak. Mendengarkan akan membuat kita memahami pikiran dan perasaan
anak, apa yang ia butuhkan, apa yang harsu diluruskan, dll. Membayangkan diri
kita saat berada di usia anak akan membuat kita lebih mudah untuk memahami
anak.
3. Tidak Menghakimi
Sangat
mungkin anak memiliki sudut pandang yang berbeda yang dinilai “salah” oleh
orangtua. Misalnya, anak memilih jurusan yang menurut ia mudah. Atau anak memilih
jurusan yang banyak dipilih oleh teman-temannya. Gali terus alasan anak memilih
hal tersebut, sehingga tertangkap apa yang sebenarnya jadi kebutuhan anak.
Hindari menilai anak “buruk”, melainkan pahami hal itu dikarenakan anak hanya
melihat dari sudut pandangnya, sehingga anak perlu dikenalkan dengan sudut
pandang lain yang lebih komprehensif. Bila anak keukeuh dengan
pendapatnya, minta ia mencari data yang bisa menjadi argument yang kuat bagi
pilihannya.
4. Mendampingi Menemukan Solusi
Remaja adalah
pembelajar yang cepat, namun untuk menganalisa persoalan, ia butuh arahan. Saat
anak merasa bingung atau terdapat perbedaan endapat yang tidak menemukan titik
temu, pikirkan bersama bagaimana solusinya. Jangan minta anak untuk mencari
solusinya sendirian. Sehingga solusi diperoleh dari proses diskusi, bukan
menasihati. Misalnya bersama-sama browsing alternatif-alternatif jurusan, bersama-sama
ngobrol dengan orang yang telah menjalani profesi yang dipilih orangtua atau
anak.
5. Rendah Hati Mengakui Bahwa Anak Bukan Diri
Kita
Apabila anak telah memiliki pilihan
yang mantap dan disertasi alasan yang masuk akal, meskipun tidak sesuai dengan
keinginan orangtua, maka orangtua harus berbesar hati memberikan dukungan. Hal ini
dikarenakan yang akan menjalaninya adalah anak, bukan kita. Dan anak bukan diri
kita. Bisa jadi ia memiliki potensi-potensi yang tidak kita miliki.
- Bagi anak:
1. Lakukan
dalam Suasana rileks
Jika ada yang
ingin ditanyakan atau disampaikan pada orangtua, maka cari situasi dimana
orangtua dan diri kamu sendiri sedang dalam suasana rileks. Jika orangtua tidak
memperhatikan seperti harapan kamu (misal mendengarkan sambil melihat layer
smartphone), katakan jika kamu ingin bicara dengan serius.
2. Mendengarkan Aktif Dan Membuka
Pikiran
Meskipun
pengetahuan kamu mungkin lebih banyak daripada orangtuamu, dan kamu berpendapat
bahwa kamu lebih tau diri kamu dibanding dengan orangtuamu, namun kamu harus
ingat bahwa orangtuamu peduli pada apa yang terbaik buatmu (meskipun cara mengekspresikannya
bisa jadi berbeda). Selain itu, orangtuamu sudah “menjalani dunia nyata”,
sehingga mereka sudah memiliki pengalaman yang jauh lebih banyak dibanding kamu.
Dengarkan dan buka pikiranmu, agar kamu bisa menerima sudut pandang orangtua.
3. Tidak Langsung Menutup Diri Dan
Merasa Bahwa Orangtua Tidak Memahami Diri Kita
Bahwa
orangtua punya harapan padamu, itu adalah hal yang wajar. Orangtua juga
cenderung akan menasehati berdasarkan pengalamannya. Misalnya: orangtua melihat
bahwa lulusan jurusan x pasti sukses. Tapi kamu punya pilihan berbeda. Menurut
pengamatanmu, kesuksesan yang ingin kamu raih adalah kesuksesan seperti yang
kamu lihat dari orang-orang lulusan jurusan “y”. Ungkapkan itu pada orangtuamu.
Sehingga bersama-sama bisa melihat faktanya.
4. Minta untuk Didampingi Menemukan
Solusi
Jangan ragu
untuk minta ditunjukkan solusinya. Misal ada jurusan yang menurut kamu akan
sulit kamu jalani dan kamu tidak yakin apakah bisa menjalaninya. Tanya pada
orangtuamu, bagaimana alternatif cara untuk menjalaninya. Jika orangtuamu
memberikan nasehat yang sifatnya “abstrak” misalnya : “kamu harus usaha dong!”.
Jangan ragu bertanya usaha apa yang bisa disarankan oleh orangtua untuk
dilakukan.
5. Membuat Keputusan Dan Siap Dengan Konsekuensinya Saat Masih Berbeda Pendapat
Saat kamu sudah punya pilihan mantap
dengan alasan yang kuat namun tetap berbeda pendapat dengan orangtua, mau tidak
mau kamu harus membuat keputusan. Yang harus diingat adalah, setiap keputusan
ada konsekuensinya. Konsekuensi itu yang harus kamu tanggung. Oleh karena itu,
ungkapkan pada orangtua kemungkinan-kemungkinan kesanggupan kamu menanggung
resikonya jika kamu mengikuti pilihan orangtua, dibandingkan jika kamu memilih
jurusan yang kamu suka. Misalnya: jurusan pilihan orangtuamu akan sulit kamu
kuasai, sehingga nilainya nanti tidak optimal, IPKnya jelek, mencari kerja jadi
sulit. Namun jika memilih jurusan yang kamu sukai, kamu akan mencapai nilai
akademik yang baik. Dengan demikian, kamu juga jadi harus bertanggung jawab
dengan pilihanmu.
IV.
PRINSIP
MEMOTIVASI REMAJA
Motivasi berasal dari bahasa latin,
“movere” yang artinya menggerakkan. Dengan demikian, motivasi artinya sesuatu
yang membuat seseorang “bergerak” menuju tujuannya. Dorongan ini bisa berasa
dari dalam (motivasi internal) dan bisa juga berasal dari luar (motivasi
eksternal). Pada remaja, diharapkan motivasi sifatnya lebih dominan internal.
Oleh karena itu, hal-hal yang perlu ada untuk memotivasi adalah:
1. Menetapkan
Tujuan
Tujuan ini
harus disepakati bersama, sehingga menjadi tujuan anak juga, bukan hanya tujuan
orangtua. Tujuan harus bersifat SMART (Spesifik,
Measurable, Attainable, Result Oriented, Time Limit). Misalnya: “masuk
jurusan yang bagus” (bukanlah tujuan yang SMART). Tapi “nilai tryout pertama
minimal 30% “ adalah tujuan yang SMART
2. Memahami Mengapa Anak Tidak
Termotivasi
Anak tidak
termotivasi bisa karena berbagai hal. Misal: target terlalu tinggi, tidak
mendapatkan penghargaan jika berhasil, merasa tidak akan sanggup mencapai
tujuan, sangat dipengaruhi lingkungan, dll. Identifikasi alasan dibalik tidak
tumbuhnya motivasi menjadi penting untuk mengelola diri dan lingkungan agar
motivasi bisa tumbuh.
3. Berproses
Semangat
untuk bergerak mencapai prestasi akan tumbuh jika ada keyakinan bahwa kita bisa
menjadi lebih baik. Untuk mencapai hal ini, maka keyakinana bahwa “aku bisa”
menjadi perlu. Caranya adalah, menentkan target-target keberhasilan secara realistik
dan bertahap, serta memberi penghargaan saat keberhasilan itu tercapai. Dalam
berproses ini, titik awalnya adalah kondisi anak. Jangan bandingkan dengan
orang lain, melainkan bandingkan dengan diri sendiri sebelumnya.
V. PENUTUP
Komunikasi
yang baik antara anak dan orangtua merupakan bentuk nyata hubungan baik antara
keduanya. Untuk mewujudkannya, perlu upaya dari kedua belah pihak. Tidak mudah,
namun bukan mustahil untuk bisa
diwujudkan. Yang penting ada keinginan untuk mewujudkannya, ada upaya untuk
mencari ilmunya, dan kesediaan untuk melatihnya.
fun88: Play online casino games for fun88
BalasHapusPlay a game of fun88 online. Play the best casino games for fun88 샌즈카지노 online at VICI Casino. game of fun88 game for fun88 soikeotot fun88 1xbet slot machine